Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia oleh Pemerintahan di Kalimantan Selatan
September 17, 2015
Edit
Seiring dengan terbentuknya negara dan pemerintahan Indonesia, di berbagai daerah juga terbentuk pemerintahan. Bahkan, mereka telah berjuang sebelum pemerintahan di daerah itu terbentuk.
Demikianlah, upaya pemerintah di daerah Jakarta dalam menghadapi masuknya kembali bangsa Belanda.
Kegelisahan segera dirasakan rakyat setelah pada bulan itu juga NICA memberlakukan Staat van Oorlog en Beleg (SOB), yaitu permakluman keadaan darurat perang.
Berbagai penangkapan mulai dilakukan dengan sasaran utama merebut kekuasaan. Untuk mencegah timbulnya kerusuhan, para pemuka mengadakan perundingan di kantor gubernur.
Mereka berhasil membuat resolusi yang disampaikan kepada Residen Obermann, yang isinya antara lain berisi kegelisahan mulai melanda rakyat karena Belanda merebut kekuasaan dari tangan orang Indonesia dan bertindak kejam.
Oleh karena itu, rapat mengusulkan mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih, mencegah kekejaman militer, melepaskan tahanan politik, mengadakan perundingan di ”Majelis Pemuka Rakyat”, dan menetapkan pegawai dalam pangkatnya.
Namun, dari usulan itu hanya pengibaran bendera yang tidak diizinkan oleh residen. Meskipun telah ada perundingan, tentara NICA tetap bernafsu mengadakan pembersihan untuk bisa menegakkan kembali jajahannya.
Para pemimpin perjuangan, seperti Hadariyah M. dan Akhmad Ruslan mengadakan gerakan bawah tanah. Sementara itu, beberapa organisasi kelaskaran bersatu membentuk Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia Kalimantan (BPRIK).
Pada tanggal 29 Oktober 1945 para pemuda, seperti Amin Effendi, Aminudin, Abd. Kadiruwan, Untung, dan Sabri mengadakan rapat untuk mengadakan serangan tanggal 2 November 1945.
Gubernur Pangeran Mohammad Noor waktu itu menyusun organisasi pemerintahan di Yogyakarta. Mulai tahun 1946, dikirimlah ekspedisi dari Pekalongan dan Tegal menuju Kalimantan yang dipimpin oleh Husin Hamzah dengan 55 orang anggota.
Dalam sebuah insiden di Sungai Rangas dan Pangkalan Bun, Husin Hamzah gugur. Secara bergelombang kemudian dikirim ekspedisi-ekspedisi yang lain dari Jawa, antara lain rombongan PMC Kapten Mulyono dan Tjilik Riwoet.
Tugas mereka adalah menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sementara itu, di kalangan rakyat terbentuk ”Serikat Kerakyatan Indonesia” (SKI) yang dipimpin Dr. Diapari.
Tujuannya antara lain melanjutkan perjuangan kemerdekaan di lapangan politik. Pada tanggal 26 Februari 1946 Van Mook berusaha mengadu domba rakyat Kalimantan dengan mengundang wakil-wakil Kalimantan Selatan untuk bermusyawarah di Jakarta.
Usaha ini gagal karena peserta rapat banyak mempermasalahkan alasan Belanda memilih utusan Borneo sementara di Jawa ada wakil Borneo, yaitu Ir. Pangeran Moh. Noor. Ada juga yang menginginkan agar musyawarah itu harus dihadiri Sutan Sjahrir. Demikianlah usaha Van Mook mengalami kegagalan.
Demikianlah, upaya pemerintah di daerah Jakarta dalam menghadapi masuknya kembali bangsa Belanda.
Pemerintahan di Kalimantan Selatan
Usaha untuk mempertahankan kemerdekaan di Kalimantan Selatan direalisasikan dengan dikeluarkannya maklumat pendirian pemerintah Republik tanggal 10 Oktober 1945 yang ditandatangani oleh Pangeran Musa.Kegelisahan segera dirasakan rakyat setelah pada bulan itu juga NICA memberlakukan Staat van Oorlog en Beleg (SOB), yaitu permakluman keadaan darurat perang.
Berbagai penangkapan mulai dilakukan dengan sasaran utama merebut kekuasaan. Untuk mencegah timbulnya kerusuhan, para pemuka mengadakan perundingan di kantor gubernur.
Mereka berhasil membuat resolusi yang disampaikan kepada Residen Obermann, yang isinya antara lain berisi kegelisahan mulai melanda rakyat karena Belanda merebut kekuasaan dari tangan orang Indonesia dan bertindak kejam.
Oleh karena itu, rapat mengusulkan mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih, mencegah kekejaman militer, melepaskan tahanan politik, mengadakan perundingan di ”Majelis Pemuka Rakyat”, dan menetapkan pegawai dalam pangkatnya.
Namun, dari usulan itu hanya pengibaran bendera yang tidak diizinkan oleh residen. Meskipun telah ada perundingan, tentara NICA tetap bernafsu mengadakan pembersihan untuk bisa menegakkan kembali jajahannya.
Para pemimpin perjuangan, seperti Hadariyah M. dan Akhmad Ruslan mengadakan gerakan bawah tanah. Sementara itu, beberapa organisasi kelaskaran bersatu membentuk Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia Kalimantan (BPRIK).
Persatuan Pemuda Indonesia (PPI)
Pimpinan Republik sendiri saat itu dipindahkan ke Pengembangan dan perlawanan pemuda dijalankan melalui Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) di bawah F. Muhani dan Amin Effendi.Pada tanggal 29 Oktober 1945 para pemuda, seperti Amin Effendi, Aminudin, Abd. Kadiruwan, Untung, dan Sabri mengadakan rapat untuk mengadakan serangan tanggal 2 November 1945.
Foto: Ir. Pangeran Moh. Noor |
Gubernur Pangeran Mohammad Noor waktu itu menyusun organisasi pemerintahan di Yogyakarta. Mulai tahun 1946, dikirimlah ekspedisi dari Pekalongan dan Tegal menuju Kalimantan yang dipimpin oleh Husin Hamzah dengan 55 orang anggota.
Dalam sebuah insiden di Sungai Rangas dan Pangkalan Bun, Husin Hamzah gugur. Secara bergelombang kemudian dikirim ekspedisi-ekspedisi yang lain dari Jawa, antara lain rombongan PMC Kapten Mulyono dan Tjilik Riwoet.
Tugas mereka adalah menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sementara itu, di kalangan rakyat terbentuk ”Serikat Kerakyatan Indonesia” (SKI) yang dipimpin Dr. Diapari.
Tujuannya antara lain melanjutkan perjuangan kemerdekaan di lapangan politik. Pada tanggal 26 Februari 1946 Van Mook berusaha mengadu domba rakyat Kalimantan dengan mengundang wakil-wakil Kalimantan Selatan untuk bermusyawarah di Jakarta.
Usaha ini gagal karena peserta rapat banyak mempermasalahkan alasan Belanda memilih utusan Borneo sementara di Jawa ada wakil Borneo, yaitu Ir. Pangeran Moh. Noor. Ada juga yang menginginkan agar musyawarah itu harus dihadiri Sutan Sjahrir. Demikianlah usaha Van Mook mengalami kegagalan.