Faktor-Faktor yang Memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
September 17, 2015
Edit
Musuh yang dihadapi Belanda bukan lagi bangsa Inlander yang bermental kuli melainkan sebuah bangsa yang telah merdeka, bermartabat, dan memiliki percaya diri yang tinggi. Negara Republik Indonesia yang terbentuk di atas fondasi kemerdekaan itu pun mempunyai kepribadian yang kuat.
Yang satu untuk Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatra, yang kedua untuk Dr. Sudarsono, L.N. Palar, dan Mr. Maramis untuk membentuk exile Government Republic Indonesia di India bila upaya Syafruddin gagal.
Kesigapan pemerintah ini masih didukung oleh kepercayaan penuh dari rakyat dan loyalitas dari TKR. Delapan jam setelah aksi brutal tentara Belanda, itu Panglima Besar Jenderal Sudirman mengeluarkan perintah kilatnya.
Perintah itu antara lain berisi pembatalan persetujuan gencatan senjata dan bersiap menghadapi serangan Belanda. Setelah para pemimpin kita ditawan oleh Belanda dan dibuang ke Bangka, perjuangan dilanjutkan oleh sistem perang gerilya. Inilah yang membuat frustasi Belanda.
Protes dan kutukan negara-negara di dunia itu menempatkan Belanda dalam posisi yang terjepit. Sekretaris Jenderal Liga Arab Azzam Pasya menyerukan ”pembentukan kekuatan di antara negara-negara Asia” untuk melawan penjajahan.
Atas usaha Perhimpunan Kemerdekaan Indonesia di Arab yang diketuai Jafar Zainuddin, di masjid-masjid diadakan doa bersama bagi kemenangan Indonesia.
Liga India di Amerika yang diketuai J. Singh menuntut DK-PBB untuk mengeluarkan sanksi terhadap Belanda sesuai Piagam PBB.
Begitu pula reaksi dari negara-negara lain seperti Irak yang melarang pesawat Belanda mendarat di Irak sebagai protes atas kebrutalan Belanda di Indonesia.
Pakistan melalui Menteri Zafrullah Khan yang menuntut agar Belanda keluar dari Indonesia. Gerakan protes di Sri Lanka dengan tema ”Tinggalkan Indonesia”.
Duta Keliling Filipina Mameel V. Gallego yang meminta bantuan Marshall untuk Belanda dihentikan. Emir Abdul Karim dari Maroko yang mendukung perjuangan Indonesia.
Dr. U Ba Maw dari Birma yang membentuk Brigade Birma untuk membantu Indonesia. Reaksi-reaksi tersebut menjadikan terperosoknya posisi Belanda di dunia internasional.
Atas resolusi negara-negara Asia ini, permasalahan Indonesia bisa masuk dalam agenda sidang DK-PBB. Tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang isinya sangat terperinci dan jelas sehingga praktis membuat Belanda tidak bisa lagi seenaknya menafsirkan sesuai dengan misinya.
Dari sinilah, Belanda terpaksa menerapkan ”langkah mundur” hingga penyerahan kedaulatan pada akhir Desember 1949. Namun, tekanan paling berat yang dirasakan Belanda adalah ancaman Amerika untuk menghentikan bantuan Marshall sebesar 391,9 juta dolar US setiap tahun.
Ini malapetaka bagi Belanda karena mereka bisa bangkrut. Tekanan Amerika antara lain disampaikan melalui resolusi Brewsfer yang dikeluarkan para senator Partai Republik.
Demikianlah, politik Belanda untuk menjajah kembali Indonesia mengalami kegagalan. Indonesia yang semula dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai negara boneka buatan Jepang, menjelma menjadi negara yang memiliki daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi gempuran Belanda.
Diplomat-diplomat Indonesia pun mampu secara cerdik mengimbangi kelicikan diplomat Belanda. Di forum internasional, posisi Belanda akhirnya terperosok dan terjepit dalam tata pergaulan dunia akibat agresinya ke Indonesia.
Dengan kondisi itulah, Indonesia bagi serdadu Belanda ibarat neraka yang siap melumat mereka. Dengan begitu tidak ada alasan bagi Belanda untuk bertahan lebih lama lagi di Indonesia.
Faktor-Faktor yang Memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
Selain tangguh dalam perlawanan bersenjata juga cerdik dalam berdiplomasi di dunia internasional. Agar lebih konkret, mari kita analisis bersama ketangguhan negara Republik Indonesia saat menghadapi krisis pada 19 Desember 1948.a. Kondisi Internal yang Berada di Indonesia
Sesaat setelah ibu kota negara Yogyakarta diduduki Belanda tanggal 19 Desember 1948, pemimpin pemerintah kita mengirim dua kawat radiogram sekaligus.Yang satu untuk Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatra, yang kedua untuk Dr. Sudarsono, L.N. Palar, dan Mr. Maramis untuk membentuk exile Government Republic Indonesia di India bila upaya Syafruddin gagal.
Kesigapan pemerintah ini masih didukung oleh kepercayaan penuh dari rakyat dan loyalitas dari TKR. Delapan jam setelah aksi brutal tentara Belanda, itu Panglima Besar Jenderal Sudirman mengeluarkan perintah kilatnya.
Foto: Panglima Besar Jendral Soedirman |
Perintah itu antara lain berisi pembatalan persetujuan gencatan senjata dan bersiap menghadapi serangan Belanda. Setelah para pemimpin kita ditawan oleh Belanda dan dibuang ke Bangka, perjuangan dilanjutkan oleh sistem perang gerilya. Inilah yang membuat frustasi Belanda.
b. Kondisi Eksternal yang Terjadi di Luar Negeri
Akibat kebrutalan-kebrutalan Belanda dalam agresinya ke Indonesia, Belanda senantiasa berada dalam sorotan mata dunia internasional.Protes dan kutukan negara-negara di dunia itu menempatkan Belanda dalam posisi yang terjepit. Sekretaris Jenderal Liga Arab Azzam Pasya menyerukan ”pembentukan kekuatan di antara negara-negara Asia” untuk melawan penjajahan.
Atas usaha Perhimpunan Kemerdekaan Indonesia di Arab yang diketuai Jafar Zainuddin, di masjid-masjid diadakan doa bersama bagi kemenangan Indonesia.
Liga India di Amerika yang diketuai J. Singh menuntut DK-PBB untuk mengeluarkan sanksi terhadap Belanda sesuai Piagam PBB.
Begitu pula reaksi dari negara-negara lain seperti Irak yang melarang pesawat Belanda mendarat di Irak sebagai protes atas kebrutalan Belanda di Indonesia.
Pakistan melalui Menteri Zafrullah Khan yang menuntut agar Belanda keluar dari Indonesia. Gerakan protes di Sri Lanka dengan tema ”Tinggalkan Indonesia”.
Duta Keliling Filipina Mameel V. Gallego yang meminta bantuan Marshall untuk Belanda dihentikan. Emir Abdul Karim dari Maroko yang mendukung perjuangan Indonesia.
Dr. U Ba Maw dari Birma yang membentuk Brigade Birma untuk membantu Indonesia. Reaksi-reaksi tersebut menjadikan terperosoknya posisi Belanda di dunia internasional.
Atas resolusi negara-negara Asia ini, permasalahan Indonesia bisa masuk dalam agenda sidang DK-PBB. Tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang isinya sangat terperinci dan jelas sehingga praktis membuat Belanda tidak bisa lagi seenaknya menafsirkan sesuai dengan misinya.
Dari sinilah, Belanda terpaksa menerapkan ”langkah mundur” hingga penyerahan kedaulatan pada akhir Desember 1949. Namun, tekanan paling berat yang dirasakan Belanda adalah ancaman Amerika untuk menghentikan bantuan Marshall sebesar 391,9 juta dolar US setiap tahun.
Ini malapetaka bagi Belanda karena mereka bisa bangkrut. Tekanan Amerika antara lain disampaikan melalui resolusi Brewsfer yang dikeluarkan para senator Partai Republik.
c. Diplomasi Para Wakil Kita di Luar Negeri
Misalnya Sumitro Djojohadikusumo dan L.N. Palar. Pada tanggal 10 Februari 1949 Sumitro memberikan keterangan, ”Saya yakin bahwa apabila kami terus berjuang, setahun lagi kedudukan Belanda tidak akan dapat dipertahankan lagi. Belanda akan bangkrut, jika mereka tidak mendapat bantuan dari luar. Belanda telah mempergunakan uang ECA untuk membiayai perangnya di Indonesia. Dengan demikian, secara tidak langsung Amerika Serikat telah membantu Belanda.”Demikianlah, politik Belanda untuk menjajah kembali Indonesia mengalami kegagalan. Indonesia yang semula dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai negara boneka buatan Jepang, menjelma menjadi negara yang memiliki daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi gempuran Belanda.
Diplomat-diplomat Indonesia pun mampu secara cerdik mengimbangi kelicikan diplomat Belanda. Di forum internasional, posisi Belanda akhirnya terperosok dan terjepit dalam tata pergaulan dunia akibat agresinya ke Indonesia.
Dengan kondisi itulah, Indonesia bagi serdadu Belanda ibarat neraka yang siap melumat mereka. Dengan begitu tidak ada alasan bagi Belanda untuk bertahan lebih lama lagi di Indonesia.