Perjuangan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Juli 02, 2015
Edit
Pendudukan bangsa barat di Indonesia dengan berbagai kebijakan yang dibuatnya telah menimbulkan ketidaknyamanan bagi penduduk asli Indonesia.
Sehingga memancing timbulnya penentangan dari berbgai pihak. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang berbagai perlawanan oleh penduduk sebelum abad ke-18.
Untuk itu, Sultan Alaudin Riayat Syah mengirim utusan ke Konstantinopel (Turki) untuk meminta bantuan militer dan permintaan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak.
Selain itu, Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut dan Jepara. Dengan semua bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568.
Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.
Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban (1616), Madura (1624), dan Surabaya (1625).
Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia.
VOC di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan benteng untuk memperkuat monopolinya di Jawa.
Niat VOC (kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung sehingga mengakibatkan Mataram sering bersitegang dengan VOC (kompeni).
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia.
Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta.
Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.
Sehingga memancing timbulnya penentangan dari berbgai pihak. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang berbagai perlawanan oleh penduduk sebelum abad ke-18.
Perlawanan Menentang Kolonialisme dan Imperialisme Barat di Indonesia sebelum abad ke-18 (bagian pertama, kedua dan terakhir)
d. Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636)
Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah.Untuk itu, Sultan Alaudin Riayat Syah mengirim utusan ke Konstantinopel (Turki) untuk meminta bantuan militer dan permintaan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam, pembuatan senjata api, dan penembak-penembak.
Selain itu, Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut dan Jepara. Dengan semua bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568.
Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan diperhitungkan di kawasan Selat Malaka.
Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
Gambar: Sultan Iskandar Muda |
e. Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 1645)
Raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo. Beliau di samping cakap sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi, sosial, dan perpolitikan.Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban (1616), Madura (1624), dan Surabaya (1625).
Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia.
VOC di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan benteng untuk memperkuat monopolinya di Jawa.
Niat VOC (kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung sehingga mengakibatkan Mataram sering bersitegang dengan VOC (kompeni).
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu pada tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke Batavia.
Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun 1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta.
Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.