Sejarah Perkembangan Agama Budha di Hindustan
Juni 05, 2015
Edit
Sebagaimana agama hindu yang telah tumbuh dan berkembang di hindustan, ajaran agama budha pun mulai tumbuh di wilayah ini dengan ajaran yang berbeda, sampai ada akhirnya nanti sampai ke asia timur, asia tenggara dan Indonesia.
Pada abad ke-6 SM, di kawasan Lumbini, kaki Pegunungan Himalaya (sekarang bagian dari wilayah negara Nepal), ada sebuah kerajaan yang bernama Kapilawastu. Pada sekitar tahun 563 SM, kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang bernama Suddodhana.
Pada tahun tersebut lahir seorang putra Raja Suddodhana yang bernama Pangeran Sidharta. Sejak lahir, banyak cenayang dan pendeta yang meramalkan bahwa Pangeran Sidharta akan menjadi seorang tokoh besar, namun sebelumnya dia akan menerima berbagai kesusahan dan penderitaan.
Untuk mencegah agar ramalan tersebut tidak menjadi kenyataan, maka Pangeran Sidharta dikurung dalam istana dan sama sekali tidak boleh keluar agar tidak menyaksikan berbagai macam penderitaan dan kesusahan yang dialami manusia.
Namun suatu hari di tahun 533 SM saat Pangeran Sidharta berusia 29 tahun, ia berkesempatan untuk keluar istana dan berjalan-jalan ke beberapa desa di sekitar istananya. Dalam perjalanan itu, Pangeran Sidharta menyaksikan berbagai macam hal yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Ada jenazah manusia, orang tua yang sakit-sakitan, dan orang-orang yang berpenyakit kulit. Oleh karena terdorong oleh keingintahuannya, Pangeran Sidharta memutuskan untuk meninggalkan istana dan segala kemewahan yang dirasakannya sejak kecil.
Ia kemudian mengembara untuk mencari hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Pada suatu hari di tahun 528 SM, Pangeran Sidharta tiba di sebuah desa bernama Ghaya yang terletak di tepi Sungai Gangga.
Di bawah sebatang pohon kalpataru yang rindang, ia bertapa. Pada suatu malam, ia merasa mendapat pencerahan dan memahami hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Sejak itu ia menjadi Buddha (artinya yang mendapat pencerahan).
Sementara tempatnya bertapa dinamakan Bodhi Ghaya dan pohon yang menaunginya saat mendapat pencerahan dinamakan pohon bodhi.
Setelah mendapat pencerahan, Sidharta melanjutkan pengembaraannya. Sidharta tiba di Taman Rusa yang terletak di Desa Sarnath, Benares.
Adapun empat kebenaran mulia tersebut adalah sebagai berikut.
1) Dalam kehidupan manusia, penderitaan lebih hebat daripada kebahagiaan.
2) Penderitaan manusia timbul karena adanya hasrat untuk hidup.
3) Hanya dengan usaha, maka penderitaan itu dapat terhapus.
4) Cara mencapainya dapat dilakukan dengan menjalankan delapan jalan utama (astavida).
Ajaran Buddha tidak mengenal sistem kasta. Semua pengikut Buddha adalah sama kedudukannya dan semua wajib mengamalkan ajaran-ajaran sang Buddha yang disebut Dharma.
Buddha Hinayana berarti kendaraan kecil, sedangkan Buddha Mahayana berarti kendaraan besar. Perbedaan pandangan antara aliran Hinayana dengan Mahayana dalam hal keanggotaan sangha, cita-cita dan tujuan akhir kehidupan manusia, serta perbedaan keyakinan tentang masyarakat dewa.
Pada abad ke-6 SM, di kawasan Lumbini, kaki Pegunungan Himalaya (sekarang bagian dari wilayah negara Nepal), ada sebuah kerajaan yang bernama Kapilawastu. Pada sekitar tahun 563 SM, kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang bernama Suddodhana.
Pada tahun tersebut lahir seorang putra Raja Suddodhana yang bernama Pangeran Sidharta. Sejak lahir, banyak cenayang dan pendeta yang meramalkan bahwa Pangeran Sidharta akan menjadi seorang tokoh besar, namun sebelumnya dia akan menerima berbagai kesusahan dan penderitaan.
Untuk mencegah agar ramalan tersebut tidak menjadi kenyataan, maka Pangeran Sidharta dikurung dalam istana dan sama sekali tidak boleh keluar agar tidak menyaksikan berbagai macam penderitaan dan kesusahan yang dialami manusia.
Namun suatu hari di tahun 533 SM saat Pangeran Sidharta berusia 29 tahun, ia berkesempatan untuk keluar istana dan berjalan-jalan ke beberapa desa di sekitar istananya. Dalam perjalanan itu, Pangeran Sidharta menyaksikan berbagai macam hal yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Ada jenazah manusia, orang tua yang sakit-sakitan, dan orang-orang yang berpenyakit kulit. Oleh karena terdorong oleh keingintahuannya, Pangeran Sidharta memutuskan untuk meninggalkan istana dan segala kemewahan yang dirasakannya sejak kecil.
Ia kemudian mengembara untuk mencari hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Pada suatu hari di tahun 528 SM, Pangeran Sidharta tiba di sebuah desa bernama Ghaya yang terletak di tepi Sungai Gangga.
Gambar: Sejarah perkembangan ajaran budha |
Di bawah sebatang pohon kalpataru yang rindang, ia bertapa. Pada suatu malam, ia merasa mendapat pencerahan dan memahami hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Sejak itu ia menjadi Buddha (artinya yang mendapat pencerahan).
Sementara tempatnya bertapa dinamakan Bodhi Ghaya dan pohon yang menaunginya saat mendapat pencerahan dinamakan pohon bodhi.
Setelah mendapat pencerahan, Sidharta melanjutkan pengembaraannya. Sidharta tiba di Taman Rusa yang terletak di Desa Sarnath, Benares.
4 Inti ajaran aryasatyani
Di tempat itu, untuk pertama kalinya Sidharta berceramah pada orang-orang dan mengajarkan hakikat kehidupan. Inti ajaran Buddha berupa Catur Aryasatyani, maksudnya empat kebenaran mulia.Adapun empat kebenaran mulia tersebut adalah sebagai berikut.
1) Dalam kehidupan manusia, penderitaan lebih hebat daripada kebahagiaan.
2) Penderitaan manusia timbul karena adanya hasrat untuk hidup.
3) Hanya dengan usaha, maka penderitaan itu dapat terhapus.
4) Cara mencapainya dapat dilakukan dengan menjalankan delapan jalan utama (astavida).
Ajaran Buddha tidak mengenal sistem kasta. Semua pengikut Buddha adalah sama kedudukannya dan semua wajib mengamalkan ajaran-ajaran sang Buddha yang disebut Dharma.
2 Macam aliran buda
Sepeninggal sang Buddha, agama Buddha terpecah menjadi dua aliran, yaitu Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana.Buddha Hinayana berarti kendaraan kecil, sedangkan Buddha Mahayana berarti kendaraan besar. Perbedaan pandangan antara aliran Hinayana dengan Mahayana dalam hal keanggotaan sangha, cita-cita dan tujuan akhir kehidupan manusia, serta perbedaan keyakinan tentang masyarakat dewa.