Perkembangan Kebudayaan dan Agama Hindu di Hindustan
Juni 05, 2015
Edit
Pada pembahasan kali ini adalah khusus membahas perkembangan ajaran hindu dari asalnya yaitu Hindustan, sebelum munculnya ajaran budha dari daerah yang sama.
Perkembangan kebudayaan dan agama Hindu bermula dari terjadinya perpindahan bangsa Arya ke kawasan Hindustan pada abad ke-15 SM secara bergelombang dalam kelompokkelompok besar melalui Celah Kaiber.
Karena perpindahan bangsa Arya tersebut, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan yang baru tersebut kemudian dinamakan kebudayaan Weda.
1) Rigweda, berisi syair pujian kepada dewa.
2) Samaweda, berisi nyanyian pada waktu melaksanakan upacara Rigweda.
3) Yajurweda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara dengan diiringi penyajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
4) Atharwaweda, berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti sihir dan ilmu gaib.
Seiring dengan semakin banyaknya bangsa Arya yang pindah ke Hindustan, maka kebudayaan Weda berkembang pesat di kawasan Sungai Indus. Kemudian, karena jumlah penduduk yang semakin bertambah, sebagian penduduk mulai berpindah ke kawasan timur di sekitar Sungai Gangga dan Yamuna.
Bangsa Arya yang menguasai kawasan tersebut berusaha keras menjaga kekuasaannya agar posisinya tetap berada di atas bangsa Dravida. Untuk kepentingan tersebut, mereka kemudian membagi masyarakat dalam kelas-kelas yang disebut kasta.
Sistem kasta membagi masyarakat menjadi beberapa kelas berdasarkan pekerjaan dan kekayaan. Kasta seseorang menentukan hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bangsa Arya akan menempatkan diri pada kasta-kasta yang tinggi, sedangkan bangsa Dravida ditempatkan pada kasta-kasta yang rendah.
1) Kasta brahmana, terdiri atas para pendeta dan orangorang pintar.
2) Kasta ksatria, terdiri atas orang-orang yang duduk di pemerintahan, tentara, raja, dan keluarga raja.
3) Kasta waisya, terdiri atas para petani dan pedagang.
4) Kasta sudra, terdiri atas para buruh, tukang, dan pelayan.
Dalam perkembangannya, orang-orang bangsa Dravida ternyata masih dapat berpindah kasta ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu guna lebih memperkuat posisinya dalam masyarakat, bangsa Arya memunculkan kasta kelima untuk bangsa Dravida, yakni kasta paria (artinya kaum buangan).
Orang-orang yang ada dalam kasta paria tidak diberi hak apa pun dalam masyarakat dan mereka dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Adanya sistem kasta dalam masyarakat menandai lahirnya kebudayaan baru yang dinamakan kebudayaan Hindu.
Pemberlakuan sistem kasta ini kemudian diikuti oleh berkembangnya kepercayaan yang menyembah banyak dewa dan dewi (politeisme). Beberapa dewa sesembahan mereka di antaranya adalah Dewa Agni (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Indra (dewa perang), Dewi Laksmi (dewi keberuntungan), Dewi Saraswati (dewi kesenian), dan Dewa Ganesha (dewa pengetahuan).
Selain dewa dan dewi di atas, masih banyak dewa-dewi lainnya. Namun, pada sekitar abad ke-7 SM, kebudayaan Hindu menempatkan tiga dewa yang dianggap menempati posisi paling tinggi, yakni Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Ketiga dewa itu disebut Trimurti.
Kepercayaan Hindu diajarkan secara turun-temurun melalui syair atau nyanyian yang berisi pemujaan pada dewa dan berbagai petunjuk kehidupan. Setelah berabad-abad, berbagai ajaran tersebut dihimpun menjadi sebuah buku yang dinamakan Weda yang artinya pengetahuan.
Kitab Weda ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa. Bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa hanya dapat diucapkan dan dibaca oleh para brahmana. Karena itu, hanya brahmana yang berhak untuk membaca Weda.
Masyarakat Hindu melaksanakan ajaran agamanya dengan berbagai macam bentuk peribadatan. Ibadah yang paling utama adalah menyembah dewa di kuil-kuil dan perayaan hari-hari besar. Hari besar masyarakat Hindu antara lain Rakhsa-Bandhan dan Navaratri.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Hindu yang pesat, kemudian terciptalah corak pemerintahan berbentuk kerajaan. Munculnya kerajaan-kerajaan Hindu di kawasan Hindustan sangat memengaruhi pola interaksi masyarakat Hindu.
Karena negara berkewajiban menyejahterakan rakyatnya, maka kerajaan-kerajaan tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menggalakkan pertanian, peternakan, dan pembuatan barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, hasil pertanian dan pembuatan barang, serta peternakan mengalami kelebihan (surplus). Surplus ini mendorong dilakukannya perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk dengan kawasan di luar Hindustan.
Diperkirakan dari perdagangan inilah awal tersebarnya kebudayaan dan agama Hindu ke kawasan lain, termasuk Indonesia.
Perkembangan kebudayaan dan agama Hindu bermula dari terjadinya perpindahan bangsa Arya ke kawasan Hindustan pada abad ke-15 SM secara bergelombang dalam kelompokkelompok besar melalui Celah Kaiber.
Karena perpindahan bangsa Arya tersebut, terjadilah percampuran kebudayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan yang baru tersebut kemudian dinamakan kebudayaan Weda.
Sumber ajaran agama hindu
Sumber ajaran agama Hindu terdapat pada kitab Weda yang ditulis dalam empat bagian (samhitu), yaitu sebagai berikut.1) Rigweda, berisi syair pujian kepada dewa.
2) Samaweda, berisi nyanyian pada waktu melaksanakan upacara Rigweda.
3) Yajurweda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara dengan diiringi penyajian Rigweda dan nyanyian Samaweda.
4) Atharwaweda, berisi mantra-mantra yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti sihir dan ilmu gaib.
Seiring dengan semakin banyaknya bangsa Arya yang pindah ke Hindustan, maka kebudayaan Weda berkembang pesat di kawasan Sungai Indus. Kemudian, karena jumlah penduduk yang semakin bertambah, sebagian penduduk mulai berpindah ke kawasan timur di sekitar Sungai Gangga dan Yamuna.
Bangsa Arya yang menguasai kawasan tersebut berusaha keras menjaga kekuasaannya agar posisinya tetap berada di atas bangsa Dravida. Untuk kepentingan tersebut, mereka kemudian membagi masyarakat dalam kelas-kelas yang disebut kasta.
Sistem kasta membagi masyarakat menjadi beberapa kelas berdasarkan pekerjaan dan kekayaan. Kasta seseorang menentukan hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, dapat dipastikan bangsa Arya akan menempatkan diri pada kasta-kasta yang tinggi, sedangkan bangsa Dravida ditempatkan pada kasta-kasta yang rendah.
Macam-macam kasta dalam ajaran hindu
Semula, ada empat kasta dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai berikut.1) Kasta brahmana, terdiri atas para pendeta dan orangorang pintar.
2) Kasta ksatria, terdiri atas orang-orang yang duduk di pemerintahan, tentara, raja, dan keluarga raja.
3) Kasta waisya, terdiri atas para petani dan pedagang.
4) Kasta sudra, terdiri atas para buruh, tukang, dan pelayan.
Gambar: 4 Kasta dalam ajaran hindu |
Dalam perkembangannya, orang-orang bangsa Dravida ternyata masih dapat berpindah kasta ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu guna lebih memperkuat posisinya dalam masyarakat, bangsa Arya memunculkan kasta kelima untuk bangsa Dravida, yakni kasta paria (artinya kaum buangan).
Orang-orang yang ada dalam kasta paria tidak diberi hak apa pun dalam masyarakat dan mereka dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Adanya sistem kasta dalam masyarakat menandai lahirnya kebudayaan baru yang dinamakan kebudayaan Hindu.
Pemberlakuan sistem kasta ini kemudian diikuti oleh berkembangnya kepercayaan yang menyembah banyak dewa dan dewi (politeisme). Beberapa dewa sesembahan mereka di antaranya adalah Dewa Agni (dewa api), Dewa Surya (dewa matahari), Dewa Bayu (dewa angin), Dewa Indra (dewa perang), Dewi Laksmi (dewi keberuntungan), Dewi Saraswati (dewi kesenian), dan Dewa Ganesha (dewa pengetahuan).
Selain dewa dan dewi di atas, masih banyak dewa-dewi lainnya. Namun, pada sekitar abad ke-7 SM, kebudayaan Hindu menempatkan tiga dewa yang dianggap menempati posisi paling tinggi, yakni Dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara alam, dan Dewa Syiwa sebagai perusak alam. Ketiga dewa itu disebut Trimurti.
Kepercayaan Hindu diajarkan secara turun-temurun melalui syair atau nyanyian yang berisi pemujaan pada dewa dan berbagai petunjuk kehidupan. Setelah berabad-abad, berbagai ajaran tersebut dihimpun menjadi sebuah buku yang dinamakan Weda yang artinya pengetahuan.
Kitab Weda ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa. Bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa hanya dapat diucapkan dan dibaca oleh para brahmana. Karena itu, hanya brahmana yang berhak untuk membaca Weda.
Masyarakat Hindu melaksanakan ajaran agamanya dengan berbagai macam bentuk peribadatan. Ibadah yang paling utama adalah menyembah dewa di kuil-kuil dan perayaan hari-hari besar. Hari besar masyarakat Hindu antara lain Rakhsa-Bandhan dan Navaratri.
Seiring dengan perkembangan masyarakat Hindu yang pesat, kemudian terciptalah corak pemerintahan berbentuk kerajaan. Munculnya kerajaan-kerajaan Hindu di kawasan Hindustan sangat memengaruhi pola interaksi masyarakat Hindu.
Karena negara berkewajiban menyejahterakan rakyatnya, maka kerajaan-kerajaan tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menggalakkan pertanian, peternakan, dan pembuatan barang-barang untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Pada akhirnya, hasil pertanian dan pembuatan barang, serta peternakan mengalami kelebihan (surplus). Surplus ini mendorong dilakukannya perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk dengan kawasan di luar Hindustan.
Diperkirakan dari perdagangan inilah awal tersebarnya kebudayaan dan agama Hindu ke kawasan lain, termasuk Indonesia.