Perbedaan Pantun dan Puisi serta Contoh Cara Merefleksi Puisi

Pembahasan pada kesempatan kali ini adalah tentang perbedaan puisi dan pantun, contoh puisi, contoh pantun, cara merefleksi puisi dan cara memparafrasekan puisi.

Pada pembahasan yang lalu, kamu telah belajar mengenal salah satu bentuk karya sastra, yaitu pantun. Karya sastra tidak hanya pantun saja tetapi bermacam-macam, di antaranya gurindam, karmina, drama, dan puisi. Dalam pelajaran ini, kamu akan belajar dan mengenal puisi.

Perbedaan Pantun dan Puisi

Meskipun pantun dan puisi sama-sama merupakan karya sastra, namun ada perbedaan di antara keduanya. Perbedaan tersebut sebagai berikut.

No
Pantun
Puisi
1
Setiap baitnya terdiri atas baris-baris, misalnya pantun dua baris.
Tidak terkait oleh baris-baris.
2
Terdapat jumlah suku kata dalam setiap barisnya, yaitu antara delapan hingga sepuluh.
Tidak ada batasan jumlah suku kata.
3
Terdapat dua bagian yaitu sampiran dan isi.
Tidak mengenal sampiran, keseluruhan barisnya merupakan isi.
4
Skema rima atau sajak dalam pantun adalah a-a-b-b.
Dalam puisi lama juga dikenal rima dan sajak, tetapi dalam perkembangannya puisi modern lebih menganut asas kebebasan dalam bersajak.

Merefleksi isi puisi

Merefleksi adalah mencerminkan kata atau ucapan seseorang. Merefleksi isi puisi ialah mencerminkan kata-kata yang terdapat dalam puisi. Dapat diartikan pula memahami makna puisi.

Makna atau isi puisi seringkali disampaikan secara tersirat dan bukan secara terangterangan. Terkadang seorang penyair menggunakan kata-kata simbolik atau ungkapan tertentu dalam menyampaikan isi atau pesan suatu puisi.

Hal ini membuat puisi terkadang sulit untuk dipahami. Akan tetapi, hal tersebut juga menjadikan puisi lebih indah. Bagi pecinta puisi, keindahan kata-kata dalam puisi dapat memunculkan perasaan atau emosi tertentu. Namun, puisi tidak harus selalu menggunakan kata-kata yang berbelit-belit.

Dalam memahami makna puisi diperlukan kejelian dan kecermatan dalam membaca kata-kata dalam puisi. Bahasa yang digunakan seringkali berbeda dengan bahasa seharihari dengan pemilihan kata yang tepat, tersusun indah serta bermakna kuat.

Perhatikan penggalan puisi berikut! Bacalah dengan sungguh-sungguh dan fahamilah tentang maksud ungkapannya!

  1. Bila cinta memanggilmu, ikutlah dia. Walaupun jalannya terjal penuh liku. Bila sayapnya merengkuhmu, pasrahlah. Walau pedang di sela sayap itu melukaimu. (Kahlil Gibran, "Bahasa Cinta")
  2. Dalam kesunyian aku meratap, dalam keramaian aku mengeluh. Meratapi jalan terjal penuh liku. Kabut gelap mengusik jiwa letihku. Sunyi-sepi-aku bosan.

Meskipun terkadang isi puisi diungkapkan secara tersirat oleh pengarangnya, kamu dapat menduga atau menafsirkan isinya dengan melihat judul puisi.

Bacalah puisi berikut dan pahamilah tiap kata-katanya!

Mentari tajam menyentuh
Menjemput kalbu berpasrah mengeluh
Desah-resah-gelisah terengkuh
Luka mengoyak-rasa pun terbunuh

Mentari membelai angkuh
Sapanya lukiskan kemenangan gaduh
Sorak tawa terderai bergemuruh
Mengiris perih jiwa mengaduh

Mentari enggan menjauh
Memaksa bumi makin melepuh
Lara sanubari tak jua sembuh
Erang hati pilu menyeluruh

Bernadeth "aya" Nasrani

Setelah kamu membacanya, bagaimana pendapatmu tentang isi puisi tersebut? Dapatkah kamu mengetahui isi atau pesan yang ada?

Pemakaian kata-kata dalam puisi berbeda dengan bahasa sehari-hari, sehingga mungkin kamu mengalami kesulitan dalam merefleksi isinya. Pemilihan dan penyusunan kata terdengar sangat indah.

Pengarang menggunakan suku kata -uh- pada setiap akhir baris sebagai penguat dalam puisi itu. Meskipun terlihat sulit dipahami, pengarang memberikan penjelasan maksud puisi pada baris akhir tiap bait. Dalam puisi tersebut, pengarang ingin menggambarkan tentang perasaan sakit hati yang mendalam dan tidak juga terobati.

Bacalah kembali dua baris terakhir puisi karya Bernadeth "aya" Nasrani dan akan kamu temukan kalimat yang menjelaskan isi puisi! Kalimat tersebut adalah

Lara sanubari tak jua sembuh
Erang hati pilu menyeluruh

Perhatikan juga puisi berikut!

"Buku"

Memang hanya deretan aksara
Kadang gambar juga
Dan tak bermakna apa-apa
Jika hanya diletakkan di meja
Atau tertata di tempatnya
Tapi jika kita baca
Ia akan memberikan
Semua yang dimilikinya

Karsono H. Saputra (Kumpulan Puisi Anak-Anak)

Berbeda dengan puisi yang pertama, puisi berjudul "Buku" ini jelas sekali isinya. Puisi tersebut mengatakan bahwa buku akan menjadi berguna apabila dibaca sebab dengan membaca, kita akan memperoleh pengetahuan yang ada dalam buku tersebut.

Puisi tidak hanya bersumber dari pengalaman penyair atau orang lain. Puisi juga dapat berasal dari hasil pengamatan dan pemikiran penyair terhadap suatu hal. Dapat juga merupakan ungkapan perasaan penyair terhadap seorang atau sesuatu, misalnya rasa kagum, rasa cinta, rasa sedih, atau yang lainnya. Puisi-puisi berikut merupakan contoh.
Perbedaan Pantun dan Puisi serta Contoh Cara Merefleksi Puisi
Oh, Guruku

Oh, Guruku

pedih dan pedasnya jari
napas yang sesak akibat debu kapur
tak menyerahkan niat luhur
tak meluluhkan niat luhur
maju dan pesatnya ilmu pengetahuan
semua tumbuhkan hasrat mendidik

oh, guruku
kau laksana pelita dalam gulita
jasamu tak terbeli
entah kata apa yang pantas kuucap
sebagai tanda terima kasih

untaian kata indah
halusnya rajutan sutra
tak sebanding, tak cukup
'tuk seorang pahlawan
tanpa tanda jasa sepertimu

Eni Nuraini (Republika, Minggu 20 Maret 1994)

***

Penjual Sayur…

Aku tahu kau sangat lelah
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Ketika mentari terbenam
Kau tinggalkan pasar
Dengan buah tangan
Kau bawakan untuk anak-anakmu
Penjual sayur…
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu

Ryan Puspa (Bobo, No. 47 Tahun XXXIV, 1 Maret 2007)

Puisi dengan judul "Oh, Guruku" dan "Penjual Sayur" merupakan ungkapan kekaguman penulis terhadap jasa guru dan penjual sayur. Guru sebagai seorang pendidik digambarkan oleh penyair sebagai seorang pahlawan, yang begitu besar jasanya bagi maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan. Guru merupakan seorang yang tak pernah menyerah dan tak kenal lelah. Wujud kekaguman penyair diungkapkan dengan kalimat sebagai berikut.

Kau laksana pelita dalam gulita
Jasamu tak terbeli

Pada puisi "Penjual Sayur", penyair mengungkapkan kekagumannya terhadap penjual sayur yang bekerja sepanjang hari dan tanpa mengenal waktu. Meskipun merasa lelah, penjual sayur tetap tersenyum ramah dalam melayani. Kekaguman dan ungkapan penyair diungkapkan lewat kalimat berikut.

Aku tahu kau sangat lelah
Bekerja dari pagi sampai petang
Tanpa kenal waktu
Dengan senyum ramahmu
Kau penuhi kebutuhan hidupku
Terima kasih … sayurmu

Baca juga: Contoh Puisi Pengalaman Pribadi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel