Pengertian Drama, Cara Menganalisis dan Menanggapi Unsur Pementasan Drama beserta Contohnya
November 10, 2015
Edit
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan tentang unsur-unsur pementasan drama, cara menganalisis pementasan drama, cara menanggapi unsur pementasan drama dan contoh naskah drama singkat dan hasil analisisnya.
Pembahasan mengenai drama sudah pernah kita lakukan pada pelajaran sebelumnya. Tentunya sedikit banyak kalian sudah memahami mengenai drama, baik berkenaan dengan isi naskah, unsur-unsur intrinsik, serta hal-hal berkenaan dengan pementasan drama.
Setelah pada pembahasan di depan kita membahas mengenai unsur-unsur intrinsik drama, diharapkan pada pembelajaran ini kalian dapat memberikan tanggapan terhadap unsur pementasan drama. Tentunya sebelum menanggapi pementasan drama, kalian harus menyimak atau menyaksikan sebuah pementasan drama dengan saksama.
1. Naskah cerita, sebagai teks yang akan dipentaskan dan berbentuk dialog antartokoh.
2. Aktor atau pemeran, sebagai pemeran tokoh-tokoh yang membawakan cerita.
3. Panggung, sebagai tempat pementasan yang menunjukkan setting cerita dengan didukung dekorasi atau properti.
4. Tata lampu, sebagai pencahayaan dalam proses pementasan.
5. Ilustrasi, biasanya berupa musik pendukung yang menggambarkan suasana adegan.
6. Kostum dan tata rias, sebagai penegasan karakter tokohtokohnya.
1. Penjiwaan, berkaitan dengan ketepatan dan kesungguhan karakter yang dibawakan.
2. Ekspresi, berkaitan dengan perubahan raut wajah dan gerak tubuh dalam berbagai suasana.
3. Suara, berkaitan dengan intonasi, artikulasi, dan volume.
Saduran bebas dari: “The Man with the Green Necktie” karya: Averchenko
Lokasi : Sebuah sudut restoran kecil.
Waktu : Kira-kira pukul 10 malam.
Pemain: Samsu (pedagang), Mas Abu (pegawai negeri), Sumantri (pemimpin politik), Ratna (istri
Sumantri), Hamid (penganggur dan bekas pejuang), Rusman (penganggur dan bekas pejuang), Pelayan dan karyawan restoran lainnya.
Di dalam restoran sudah sepi. Tinggal Rusman dan Hamid yang masih duduk berhadapan menghadapi sebuah meja kecil. Hamid minum kopi sedangkan Rusman memilih teh. Mereka masih muda, berumur sekitar 25 tahun.
Mereka berpakaian necis-necis. Mereka masuk sambil riuh bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Pelayan segera mendekat dan mempersilakan mereka duduk di sudut kiri agak ke tengah.
Hamid dan Rusman berbisik-bisik sejenak. Kemudian Hamid bangkit, lalu dengan langkah yang pasti menghampiri orang- orang yang sedang saling mengagumi itu. Rusman menarik pelayan pada lengannya, masuk ke belakang.
Orang-orang kaget dan merasa tersinggung, ketika Hamid berkata: Kulihat, Saudara-saudara sekalian menunjukkan bahwa Saudara-saudara sudah jemu dengan hidup. Buktinya Saudara-saudara menipu diri sendiri untuk menyelimuti kejemuan itu dengan ngobrol-ngobrol, minum-minum, dan tertawa-tawa.
Ketahuilah Saudara-saudara, Hamid menyambung, menipu, mendustai, apalagi menipu dan mendustai diri sendiri adalah sangat menjemukan.
Samsu tersinggung: Apa maksud Saudara dengan semua itu? Saudara menuduh kami bahwa kami telah menipu diri sendiri? Sedangkan Saudara tidak mengenal kami sama sekali.
Hamid segera memotong sambil tersenyum tenang: Buktinya, Saudara? Tidak seorang pun dari Saudara-saudara itu yang betul-betul memperlihatkan pribadi Saudara yang sebenarnya. (Kepada Samsu kembali) Saudara sendiri, misalnya, siapa Saudara itu sebenarnya?
Saya? Siapa saya? Jawab Samsu. Saudara mau tahu siapa saya? Saya adalah wakil dari perusahaan NV “Melati” yang mengimpor barang pecah belah dan makanan kaleng ....
Mendengar jawaban Samsu itu, Hamid tertawa tergelak-gelak. Ha ha ha, aku sudah menduga, bahwa Saudara akan memberi jawaban yang lucu seperti itu. Ha ha ha. Nah, lihatlah, mengapa Saudara mesti berbohong?
Mengapa Saudara tidak mau berterus terang saja, bahwa Saudara itu seorang kiai? Jangan bohong Kiai. Tak ada gunanya Kiai membohongi orang lain. Lagi pula berbohong dilarang oleh setiap agama. Tentu hal itu Kiai juga ajarkan kepada murid Kiai, bukan?
Melihat pistol ditodongkan ke atas dadanya, maka Samsu menjadi sangat gugup. Demikian pula yang lain-lainnya. Sumantri dan Mas Abu bergerak hendak lari, tapi dengan suatu isyarat dengan ujung pistol, Hamid memerintahkan supaya mereka tetap duduk di tempatnya masing-masing.
Dengan tersenyum Sumantri kemudian memandangi Hamid, lalu katanya: Dia agak malu, Saudara, untuk mengakui terus terang bahwa ia seorang kiai. Padahal saya pun tahu pula bahwa orang ini memang seperti Saudara katakan, seorang kiai.
Nah, benar toh apa yang kukatakan tadi?
Jadi, Saudara pun bisa melihat bahwa orang ini mempunyai wajah seorang kiai, bukan? Dan (kepada Mas Abu), apa kata Saudara? Tidakkah Saudara pun sependapat dengan saya?
O, tentu, tentu. Sungguh Saudara, kalau kutilik benar-benar, memang jelas sekali bahwa Saudara ini mempunyai wajah seorang kiai. Tapi, mengapa Saudara ributkan benar hal itu? Ia kiai, habis perkara.
Aku bukan meributkan hal itu. Aku hanya ingin mendengar dari pengakuannya sendiri, dari mulutnya. Dengan aksi, Hamid mengacungkan pistolnya. Kini tepat ditujukan ke wajah Samsu. Samsu menjadi putus asa: Baiklah kuakui. Aku ini seorang kiai.
Pistol diserahkan kepada Rusman, dan setelah mereka berbisik-bisik lagi, maka Hamid pindah lagi ke mejanya semula. Di sana ia menulis sesuatu di atas secarik kertas yang disobeknya.
Pistol diambilnya kembali dari Rusman, lalu sambil beraksi dengan senjatanya ia berkata lagi: Nah, Saudara-saudara, kami sekarang hendak pergi, karena tugas kami untuk menolong Saudara-saudara sudah selesai. Akan tetapi sebelum berangkat, kami ingin memberi kenang-kenangan kepada Saudara-saudara sekalian. Dan kenangkenangan itu saya letakkan di atas meja itu (menunjuk dengan ujung pistol).
Mari kita pergi, kata Hamid kepada Rusman. Sambil mengarahkan pistolnya kepada orang-orang, Hamid dan Rusman mundur ke pintu, lalu menghilang cepat ke luar. Setelah kedua orang itu pergi, orangorang itu serempak menarik napas panjang, sedangkan Ratna bergegas mengambil kertas dari meja Hamid tadi. Ketiga kawankawannya segera mengerumuninya, ingin tahu.
Ratna membaca keras-keras: Saudarasaudara, dengan hati yang puas saya telah berhasil membuka kedok yang selama ini menutupi pribadi Saudara-saudara. Sekarang silakan Saudara-saudara melihat di muka kaca. Kaca tak 'kan memberi bayangan yang palsu lagi kepada Saudara-saudara. Jelas akan kelihatan siapa Saudara. Sedangkan saya sendiri adalah seorang badut yang suka membuka kedok orang-orang dengan sebuah pistol kosong.
Pistol kosong? Kata ketiga laki-laki itu hampir serempak. Kurang ajar. Kalau saja aku tahu, bahwa pistolnya kosong ….
Ratna tenang saja, memandangi mereka sambil geleng-geleng kepala. Akhirnya berkata: silakan Tuan-tuan, kejarlah orang-orang itu. Pintu sudah terbuka luas untuk Tuan-tuan. Dan lampu-lampu di jalan cukup terang. Ingin kulihat kepengecutan dan kepalsuan mengejar kejujuran.
Pada saat itu, pelayan dan pegawaipegawai lainnya dari restoran itu masuk dengan muka gugup-gugup.
Dalam pementasan drama tersebut terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama tersebut adalah Samsu, Mas Abu, Sumantri, Ratna, Hamid, dan Rusman. Adapun tokoh tambahannya adalah pelayan dan karyawan restoran lainnya.
Berdasarkan pementasan tersebut, saya melihat bahwa pada dasarnya tokoh Abu, Samsu, dan Sumantri memiliki karakter agak sombong, pengecut, dan penakut. Karakter tokoh Hamid dan Rusman adalah seorang yang frustasi dan suka iseng, sedangkan tokoh Ratna berkarakter tenang, tapi pemberani. Adapun tokoh tambahan tidak ditonjolkan secara jelas dalam pementasan.
Dilihat dari model penataan dan sesuatu yang terlihat pada latar atau setting tempat yang digunakan adalah sebuah restoran atau kafe. Bentuk meja dan desain ruangan yang ada menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan restoran mewah. Dari beberapa dialog menunjukkan bahwa latar waktu peristiwa dalam cerita sekitar tahun 1950-an.
Adapun dilihat dari latar atau setting waktu, cerita tersebut mengambil setting waktu pada malam hari, kira-kira pukul 10 malam. Hal ini ditunjukkan oleh jam dinding yang menempel di dinding belakang meja kasir.
Contoh tanggapan sebagai berikut.
1. Ekspresi Fransiska sebagai tokoh Ratna cukup bagus, hanya volume vokal yang kurang kuat dan intonasi yang kurang tepat sedikit mengurangi kesampaian dialog yang diucapkan. Namun, pada dasarnya pemeranan tokoh Ratna sudah cukup bagus.
2. Pemeranan tokoh Samsu cukup memikat. Sedikit kekurangannya ketika terjadi adegan penodongan oleh Hamid, ekspresi Samsu kurang menampakkan ketakutannya.
3. Penataan dekorasi dan propertinya benar-benar artistik, sederhana, tapi terkesan indah.
Pembahasan mengenai drama sudah pernah kita lakukan pada pelajaran sebelumnya. Tentunya sedikit banyak kalian sudah memahami mengenai drama, baik berkenaan dengan isi naskah, unsur-unsur intrinsik, serta hal-hal berkenaan dengan pementasan drama.
Setelah pada pembahasan di depan kita membahas mengenai unsur-unsur intrinsik drama, diharapkan pada pembelajaran ini kalian dapat memberikan tanggapan terhadap unsur pementasan drama. Tentunya sebelum menanggapi pementasan drama, kalian harus menyimak atau menyaksikan sebuah pementasan drama dengan saksama.
Pengertian Drama
Sebelumnya, marilah sedikit kita ulas kembali mengenai drama dan pementasan drama. Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti perbuatan atau tindakan.Lebih lengkap, drama diartikan sebagai kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media percakapan, gerak, dan laku, dengan atau tanpa dekor (layar dan sebagainya) didasarkan pada naskah yang telah tertulis dengan atau tanpa musik, nyanyian, dan tarian.Hal yang membedakan drama dengan karya sastra lainnya adalah adanya dialog atau percakapan yang dilakukan para pelaku drama.
Unsur-unsur pementasan drama
Drama sebagai sebuah karya sastra yang dipentaskan memiliki unsur berikut.1. Naskah cerita, sebagai teks yang akan dipentaskan dan berbentuk dialog antartokoh.
2. Aktor atau pemeran, sebagai pemeran tokoh-tokoh yang membawakan cerita.
3. Panggung, sebagai tempat pementasan yang menunjukkan setting cerita dengan didukung dekorasi atau properti.
4. Tata lampu, sebagai pencahayaan dalam proses pementasan.
5. Ilustrasi, biasanya berupa musik pendukung yang menggambarkan suasana adegan.
6. Kostum dan tata rias, sebagai penegasan karakter tokohtokohnya.
Unsur-unsur aktor drama
Adapun dari unsur-unsur tersebut, unsur aktor masih dapat dirincikan lagi, sebagai bahan untuk ditanggapi dalam pementasan drama. Keaktoran dalam drama mencakup hal-hal berikut.1. Penjiwaan, berkaitan dengan ketepatan dan kesungguhan karakter yang dibawakan.
2. Ekspresi, berkaitan dengan perubahan raut wajah dan gerak tubuh dalam berbagai suasana.
3. Suara, berkaitan dengan intonasi, artikulasi, dan volume.
Contoh Naskah Drama Singkat
Pakaian dan Kepalsuan
Oleh: Achdiat K. Mihardja
Saduran bebas dari: “The Man with the Green Necktie” karya: Averchenko
Lokasi : Sebuah sudut restoran kecil.
Waktu : Kira-kira pukul 10 malam.
Pemain: Samsu (pedagang), Mas Abu (pegawai negeri), Sumantri (pemimpin politik), Ratna (istri
Sumantri), Hamid (penganggur dan bekas pejuang), Rusman (penganggur dan bekas pejuang), Pelayan dan karyawan restoran lainnya.
Pementasan Drama |
***
SEBENTAR kemudian masuk seorang wanita yang diikuti oleh tiga orang laki-laki. Mereka itu adalah Mas Abu, seorang pegawai negeri; Samsu, seorang importir; Sumantri, seorang pemimpin partai dan istrinya, Ratna.Mereka berpakaian necis-necis. Mereka masuk sambil riuh bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Pelayan segera mendekat dan mempersilakan mereka duduk di sudut kiri agak ke tengah.
***
Ketiga laki-laki itu berdiri sambil mengacungkan gelasnya masing-masing, lalu minum dengan wajah yang saling mengagumi. Ratna tetap duduk di kursinya dan tersenyum tenang.Hamid dan Rusman berbisik-bisik sejenak. Kemudian Hamid bangkit, lalu dengan langkah yang pasti menghampiri orang- orang yang sedang saling mengagumi itu. Rusman menarik pelayan pada lengannya, masuk ke belakang.
Orang-orang kaget dan merasa tersinggung, ketika Hamid berkata: Kulihat, Saudara-saudara sekalian menunjukkan bahwa Saudara-saudara sudah jemu dengan hidup. Buktinya Saudara-saudara menipu diri sendiri untuk menyelimuti kejemuan itu dengan ngobrol-ngobrol, minum-minum, dan tertawa-tawa.
Ketahuilah Saudara-saudara, Hamid menyambung, menipu, mendustai, apalagi menipu dan mendustai diri sendiri adalah sangat menjemukan.
Samsu tersinggung: Apa maksud Saudara dengan semua itu? Saudara menuduh kami bahwa kami telah menipu diri sendiri? Sedangkan Saudara tidak mengenal kami sama sekali.
Hamid segera memotong sambil tersenyum tenang: Buktinya, Saudara? Tidak seorang pun dari Saudara-saudara itu yang betul-betul memperlihatkan pribadi Saudara yang sebenarnya. (Kepada Samsu kembali) Saudara sendiri, misalnya, siapa Saudara itu sebenarnya?
Saya? Siapa saya? Jawab Samsu. Saudara mau tahu siapa saya? Saya adalah wakil dari perusahaan NV “Melati” yang mengimpor barang pecah belah dan makanan kaleng ....
Mendengar jawaban Samsu itu, Hamid tertawa tergelak-gelak. Ha ha ha, aku sudah menduga, bahwa Saudara akan memberi jawaban yang lucu seperti itu. Ha ha ha. Nah, lihatlah, mengapa Saudara mesti berbohong?
Mengapa Saudara tidak mau berterus terang saja, bahwa Saudara itu seorang kiai? Jangan bohong Kiai. Tak ada gunanya Kiai membohongi orang lain. Lagi pula berbohong dilarang oleh setiap agama. Tentu hal itu Kiai juga ajarkan kepada murid Kiai, bukan?
Melihat pistol ditodongkan ke atas dadanya, maka Samsu menjadi sangat gugup. Demikian pula yang lain-lainnya. Sumantri dan Mas Abu bergerak hendak lari, tapi dengan suatu isyarat dengan ujung pistol, Hamid memerintahkan supaya mereka tetap duduk di tempatnya masing-masing.
Dengan tersenyum Sumantri kemudian memandangi Hamid, lalu katanya: Dia agak malu, Saudara, untuk mengakui terus terang bahwa ia seorang kiai. Padahal saya pun tahu pula bahwa orang ini memang seperti Saudara katakan, seorang kiai.
Nah, benar toh apa yang kukatakan tadi?
Jadi, Saudara pun bisa melihat bahwa orang ini mempunyai wajah seorang kiai, bukan? Dan (kepada Mas Abu), apa kata Saudara? Tidakkah Saudara pun sependapat dengan saya?
O, tentu, tentu. Sungguh Saudara, kalau kutilik benar-benar, memang jelas sekali bahwa Saudara ini mempunyai wajah seorang kiai. Tapi, mengapa Saudara ributkan benar hal itu? Ia kiai, habis perkara.
Aku bukan meributkan hal itu. Aku hanya ingin mendengar dari pengakuannya sendiri, dari mulutnya. Dengan aksi, Hamid mengacungkan pistolnya. Kini tepat ditujukan ke wajah Samsu. Samsu menjadi putus asa: Baiklah kuakui. Aku ini seorang kiai.
***
Sementara itu Hamid memanggil lagi Rusman. Rusman masuk, lalu kata Hamid: Coba tolong pegang pistolku ini. Jagalah kawan-kawan kita ini, jangan sampai lari keluar, karena di luar banyak angin. Nanti mereka masuk angin.Pistol diserahkan kepada Rusman, dan setelah mereka berbisik-bisik lagi, maka Hamid pindah lagi ke mejanya semula. Di sana ia menulis sesuatu di atas secarik kertas yang disobeknya.
Pistol diambilnya kembali dari Rusman, lalu sambil beraksi dengan senjatanya ia berkata lagi: Nah, Saudara-saudara, kami sekarang hendak pergi, karena tugas kami untuk menolong Saudara-saudara sudah selesai. Akan tetapi sebelum berangkat, kami ingin memberi kenang-kenangan kepada Saudara-saudara sekalian. Dan kenangkenangan itu saya letakkan di atas meja itu (menunjuk dengan ujung pistol).
Mari kita pergi, kata Hamid kepada Rusman. Sambil mengarahkan pistolnya kepada orang-orang, Hamid dan Rusman mundur ke pintu, lalu menghilang cepat ke luar. Setelah kedua orang itu pergi, orangorang itu serempak menarik napas panjang, sedangkan Ratna bergegas mengambil kertas dari meja Hamid tadi. Ketiga kawankawannya segera mengerumuninya, ingin tahu.
Ratna membaca keras-keras: Saudarasaudara, dengan hati yang puas saya telah berhasil membuka kedok yang selama ini menutupi pribadi Saudara-saudara. Sekarang silakan Saudara-saudara melihat di muka kaca. Kaca tak 'kan memberi bayangan yang palsu lagi kepada Saudara-saudara. Jelas akan kelihatan siapa Saudara. Sedangkan saya sendiri adalah seorang badut yang suka membuka kedok orang-orang dengan sebuah pistol kosong.
Pistol kosong? Kata ketiga laki-laki itu hampir serempak. Kurang ajar. Kalau saja aku tahu, bahwa pistolnya kosong ….
Ratna tenang saja, memandangi mereka sambil geleng-geleng kepala. Akhirnya berkata: silakan Tuan-tuan, kejarlah orang-orang itu. Pintu sudah terbuka luas untuk Tuan-tuan. Dan lampu-lampu di jalan cukup terang. Ingin kulihat kepengecutan dan kepalsuan mengejar kejujuran.
Pada saat itu, pelayan dan pegawaipegawai lainnya dari restoran itu masuk dengan muka gugup-gugup.
(Layar cepat turun)
***
Setelah menyaksikan pementasan drama tersebut, kalian dapat mengungkapkan identifikasi karakter tokoh-tokoh yang ada serta deskripsi latar atau setting, seperti contoh berikut.Dalam pementasan drama tersebut terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama tersebut adalah Samsu, Mas Abu, Sumantri, Ratna, Hamid, dan Rusman. Adapun tokoh tambahannya adalah pelayan dan karyawan restoran lainnya.
Berdasarkan pementasan tersebut, saya melihat bahwa pada dasarnya tokoh Abu, Samsu, dan Sumantri memiliki karakter agak sombong, pengecut, dan penakut. Karakter tokoh Hamid dan Rusman adalah seorang yang frustasi dan suka iseng, sedangkan tokoh Ratna berkarakter tenang, tapi pemberani. Adapun tokoh tambahan tidak ditonjolkan secara jelas dalam pementasan.
Dilihat dari model penataan dan sesuatu yang terlihat pada latar atau setting tempat yang digunakan adalah sebuah restoran atau kafe. Bentuk meja dan desain ruangan yang ada menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan restoran mewah. Dari beberapa dialog menunjukkan bahwa latar waktu peristiwa dalam cerita sekitar tahun 1950-an.
Adapun dilihat dari latar atau setting waktu, cerita tersebut mengambil setting waktu pada malam hari, kira-kira pukul 10 malam. Hal ini ditunjukkan oleh jam dinding yang menempel di dinding belakang meja kasir.
Contoh Cara Menanggapi Pementasan Drama
Setelah menyimak dan memerhatikan pementasan, kalian dapat berapresiasi dengan cara menilai dan memberikan tanggapan penilaian dan tanggapan terhadap pementasan tersebut.Contoh tanggapan sebagai berikut.
1. Ekspresi Fransiska sebagai tokoh Ratna cukup bagus, hanya volume vokal yang kurang kuat dan intonasi yang kurang tepat sedikit mengurangi kesampaian dialog yang diucapkan. Namun, pada dasarnya pemeranan tokoh Ratna sudah cukup bagus.
2. Pemeranan tokoh Samsu cukup memikat. Sedikit kekurangannya ketika terjadi adegan penodongan oleh Hamid, ekspresi Samsu kurang menampakkan ketakutannya.
3. Penataan dekorasi dan propertinya benar-benar artistik, sederhana, tapi terkesan indah.