Membandingkan Karakteristik Karya Sastra Novel Angkatan 20-30an dan Karya Sastra Novel Mutakhir
Oktober 20, 2015
Edit
Setiap periode sastra tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pada Materi ini, kalian akan belajar membandingkan karakteristik novel angkatan 20 – 30-an dengan novel Indonesia mutakhir.
a. Banyak dijumpai surat-surat yang panjang dan sering kali diselingi dengan pantun atau puisi-puisi panjang.
b. Banyak terdapat dialog yang berkepanjangan, dan seringkali dialog tersebut tidak masuk akal baik saatnya maupun isinya.
c. Banyak dialog yang digunakan untuk nasihat/pendidikan.
d. Bahasa yang digunakan dengan memakai saya dan ragam yang khas pada masa itu.
e. Tema yang diangkat berupa problem adat dan tema pendidikan.
a. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang kadang dipengaruhi oleh bahasa Inggris.
b. Cara bercerita dalam karya sastra modern singkat, padat, dan tugas.
c. Tema yang diangkat telah mendapat pengaruh politik, kebudayaan akar tradisi, sejarah, dan psikologi.
...................
Dari Semarang aku menuju ke Yogya. Rumah kawan Sutopo terletak di sebelah Utara kota, diatur seperti rumah-rumah pelukis lainnya. Di kelilingnya terdapat pohon-pohon kelapa dan bambu yang menyejukkan udara di malam hari.
Sutopo mengusulkan kepadaku untuk membawa pakaian hangat, karena di waktu malam kadang-kadang udara menjadi amat dingin seperti di pegunungan. Dalam rumah kecil jauh dari keonaran itulah aku melepaskan lelah. Karena memang aku lelah.
Pekerjaanku kuatur sedemikian rupa sehingga pikiranku tidak terpaksa mengerjakan sesuatu yang membosankan. Aku tetap diminta mengisi ruangan budaya seksi tari.
Pada hari-hari yang tertentu aku memesan becak tetangga untuk membawaku ke kota, ke salah satu sekolah tari yang dipimpin oleh seorang guru tari muda yang kukenal baik. Aku melihat murid-murid menari.
Atau kadang-kadang aku mengatur sikap tari Jawa yang kuketahui untuk tidak kehilangan kekuatan urat-urat lutut dan pinggulku. Aku memerlukan latihan-latihan semacam itu, karena tarian Bali bukan satu tarian yang bisa ditarikan tanpa keindahan sikap tubuh dan bahu yang tegak.
Malam hari aku membaca dan menulis surat-surat. Kawan-kawan seorang demi seorang mulai kuberitahu apa yang terjadi dengan diriku. Sedikit demi aku mulai bisa bercerita dan menumpahkan kesedihanku.
..........................
Karakteristik Karya Sastra Novel Angkatan 20-30an
Secara garis besar ciri-ciri yang menonjol dari karya sastra Angkatan 20 – 30-an sebagai berikut.a. Banyak dijumpai surat-surat yang panjang dan sering kali diselingi dengan pantun atau puisi-puisi panjang.
b. Banyak terdapat dialog yang berkepanjangan, dan seringkali dialog tersebut tidak masuk akal baik saatnya maupun isinya.
c. Banyak dialog yang digunakan untuk nasihat/pendidikan.
d. Bahasa yang digunakan dengan memakai saya dan ragam yang khas pada masa itu.
e. Tema yang diangkat berupa problem adat dan tema pendidikan.
Karakteristik Karya Sastra Novel Mutakhir
Secara garis besar ciri-ciri karya sastra mutakhir meliputi hal-hal berikut ini.a. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang kadang dipengaruhi oleh bahasa Inggris.
b. Cara bercerita dalam karya sastra modern singkat, padat, dan tugas.
c. Tema yang diangkat telah mendapat pengaruh politik, kebudayaan akar tradisi, sejarah, dan psikologi.
Contoh Karya Sastra Novel Mutakhir
Bacalah salah satu kutipan karya sastra Indonesia mutakhir berikut!Pada Sebuah Kapal
Karya: Nh. Dini
Contoh Karya Sastra |
...................
Dari Semarang aku menuju ke Yogya. Rumah kawan Sutopo terletak di sebelah Utara kota, diatur seperti rumah-rumah pelukis lainnya. Di kelilingnya terdapat pohon-pohon kelapa dan bambu yang menyejukkan udara di malam hari.
Sutopo mengusulkan kepadaku untuk membawa pakaian hangat, karena di waktu malam kadang-kadang udara menjadi amat dingin seperti di pegunungan. Dalam rumah kecil jauh dari keonaran itulah aku melepaskan lelah. Karena memang aku lelah.
Pekerjaanku kuatur sedemikian rupa sehingga pikiranku tidak terpaksa mengerjakan sesuatu yang membosankan. Aku tetap diminta mengisi ruangan budaya seksi tari.
Pada hari-hari yang tertentu aku memesan becak tetangga untuk membawaku ke kota, ke salah satu sekolah tari yang dipimpin oleh seorang guru tari muda yang kukenal baik. Aku melihat murid-murid menari.
Atau kadang-kadang aku mengatur sikap tari Jawa yang kuketahui untuk tidak kehilangan kekuatan urat-urat lutut dan pinggulku. Aku memerlukan latihan-latihan semacam itu, karena tarian Bali bukan satu tarian yang bisa ditarikan tanpa keindahan sikap tubuh dan bahu yang tegak.
Malam hari aku membaca dan menulis surat-surat. Kawan-kawan seorang demi seorang mulai kuberitahu apa yang terjadi dengan diriku. Sedikit demi aku mulai bisa bercerita dan menumpahkan kesedihanku.
..........................
(Dikutip dari: Laut Biru Langit Biru, 1977)