Pengertian Sistem Tanam Paksa dan Tujuannya
Juli 02, 2015
Edit
Sebagaimana Belanda dengan Kebijakan Daendels-nya dan Inggris dengan kebijakan Raffles-nya, Pemerintah hindia Belanda juga menerapkan beberapa kebijakan pada tanah jajahannya di Indonesia, yaitu diantaranya Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa.
Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan dipegang oleh Komisaris Jenderal.
Komisaris ini terdiri dari Komisaris Jenderal Ellout, dan Buyskes yang konservatif, serta Komisaris Jenderal van der Capellen yang beraliran liberal.
Untuk selanjutnya pemerintahanan di Indonesia dipegang oleh golongan liberal di bawah pimpinan Komisaris Jenderal van der Capellen (1817 - 1830).
Selama memerintah, van der Capellen berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutang-hutang Belanda yang cukup besar selama perang.
Kebijakan yang diambil adalah dengan meneruskan kebijakan Raffles yaitu menyewakan tanah-tanah terutama kepada bangsawan Eropa.
Oleh kalangan konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda, kebijakan ekonomi liberal dianggap gagal.
Dalam perkembangannya, kaum konservatif dan liberal silih berganti mendominasi parlemen dan pemerintahan.
Keadaan ini berdampak kebijakan di Indonesia sebagai tanah jajahan juga silih berganti mengikuti kebijakan yang ada di Belanda.
Gubernur Jenderal van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di Indonesia.
Pada tahun 1830 mulai diterapkan aturan kerja rodi (kerja paksa) yang disebut Cultuurstelsel. Cultuurstelsel dalam bahasa Inggris adalah Cultivation System yang memiliki arti sistem tanam.
Namun di Indonesia cultuurstelsel lebih dikenal dengan istilah tanam paksa. Ini cukup beralasan diartikan seperti itu karena dalam praktiknya rakyat dipaksa untuk bekerja dan menanam tanaman wajib tanpa mendapat imbalan.
Tanaman wajib adalah tanaman perdagangan yang laku di dunia internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau.
Cultuurstelsel diberlakukan dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar dapat diatasi.
1) Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
2) Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
3) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5) Rakyat yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan atau pabrik milik pemerintah.
6) Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
7) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepaladesa).
Setelah Indonesia kembali di bawah pemerintah kolonial Belanda, pemerintahan dipegang oleh Komisaris Jenderal.
Komisaris ini terdiri dari Komisaris Jenderal Ellout, dan Buyskes yang konservatif, serta Komisaris Jenderal van der Capellen yang beraliran liberal.
Untuk selanjutnya pemerintahanan di Indonesia dipegang oleh golongan liberal di bawah pimpinan Komisaris Jenderal van der Capellen (1817 - 1830).
Selama memerintah, van der Capellen berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membayar hutang-hutang Belanda yang cukup besar selama perang.
Kebijakan yang diambil adalah dengan meneruskan kebijakan Raffles yaitu menyewakan tanah-tanah terutama kepada bangsawan Eropa.
Oleh kalangan konservatif seiring dengan kesulitan ekonomi yang menimpa Belanda, kebijakan ekonomi liberal dianggap gagal.
Dalam perkembangannya, kaum konservatif dan liberal silih berganti mendominasi parlemen dan pemerintahan.
Keadaan ini berdampak kebijakan di Indonesia sebagai tanah jajahan juga silih berganti mengikuti kebijakan yang ada di Belanda.
Gambar: Sistem tanam paksa |
Pengertian Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa
Kegagalan van der Capellen menyebabkan jatuhnya kaum liberal, sehingga menyebabkan pemerintahan didominasi kaum konservatif.Gubernur Jenderal van den Bosch, menerapkan kebijakan politik dan ekonomi konservatif di Indonesia.
Pada tahun 1830 mulai diterapkan aturan kerja rodi (kerja paksa) yang disebut Cultuurstelsel. Cultuurstelsel dalam bahasa Inggris adalah Cultivation System yang memiliki arti sistem tanam.
Namun di Indonesia cultuurstelsel lebih dikenal dengan istilah tanam paksa. Ini cukup beralasan diartikan seperti itu karena dalam praktiknya rakyat dipaksa untuk bekerja dan menanam tanaman wajib tanpa mendapat imbalan.
Tanaman wajib adalah tanaman perdagangan yang laku di dunia internasional seperti kopi, teh, lada, kina, dan tembakau.
Cultuurstelsel diberlakukan dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu relatif singkat. Dengan harapan utang-utang Belanda yang besar dapat diatasi.
Pokok-Pokok Sistem Tanam Paksa
Berikut ini pokok-pokok cultuurstelsel.1) Rakyat wajib menyiapkan 1/5 dari lahan garapan untuk ditanami tanaman wajib.
2) Lahan tanaman wajib bebas pajak, karena hasil yang disetor sebagai pajak.
3) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan.
4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib, tidak boleh melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
5) Rakyat yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam setahun di perkebunan atau pabrik milik pemerintah.
6) Jika terjadi kerusakan atau gagal panen, menjadi tanggung jawab pemerintah.
7) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada para penguasa pribumi (kepaladesa).